Kamis, 24 April 2014

Kejujuran dan Kebohongan

Beberapa waktu lalu saya merasa bahagia sekali bisa ‘ber-bohong’. Rasanya puas dan bangga, terutama karena satu alasan yang simple; saya berhasil membohongi orang lain. Dan merupakan kebanggan dapat memenangkan lakon yang menegangkan dalam adu saling membohongi. Tidak hanya berhenti di situ. Ternyata kebohongan bisa diprediksi dan dipelajari. Dalam lakon saling membohongi itu saya belajar banyak hal. Yaah, cukuplaaah. Saya tidak perlu memerpanjang kebohongan saya dalam blog ini karena terlalu lama membohongi pembaca tentang kebohongan tersebut. Yap, ini adalah sebuah permainan. Permainan yang sangat silly, maybe, tapi juga sangat mengasah kejelian kita dalam memrediksi, mengamati, dan mengolah strategi. Memrediksi, kapan lawan berbohong atau jujur. Mengamati, gesture dan mimik wajah lawan. Mengolah strategi, kapan saat yang tepat untuk trust our friends atau tidak mempercayainya secara telak. Semua proses itu membuat kita semakin jeli. Ini hanya sebuah game yang sederhana, tapi bermakna.  Saya memaknai itu sebagai simulasi dalam kehidupan yang kadang penuh kebohongan dan manipulasi. Semua disimulasikan di sini. Semakin kita mahir, semakin kita jeli. Jeli berarti peka terhadap keadaan dan bisa memutuskan dengan tepat. Bahkan, satu hal yang juga tak kalah penting, berhasil membohongi juga memerlukan nyali yang kuat, keberanian yang mantap untuk take a risk, mengambil resiko terhadap apa yang masih belum tersingkap. Dan, pada akhirnya kita semua pun akan ketagihan untuk ‘ber-bohong’. Dan ‘ber-bohong’ memang sangat menyenangkan.
Setelah nyaman dengan kebohongan-kebohongan, yang semakin menyenangkan, saya dipaksa untuk menjawab dengan penuh kejujuran. Kejujuran sangat kontras dan bertolak belakang dengan kebohongan. Ternyata,  kejujuran lebih berwarna. Kejujuran bak lampu, yang semakin memperjelas dan menerangi kapasitas ‘pandang’ kita dalam memgenali suatu objek. Ada kode etik dalam melakukan kejujuran. Sesuai dengan namanya, kode etik ini menyaratkan setiap pelaku untuk berkata jujur. Entah itu dalam mulut, dalam hati, atau kedua-duanya.
Saya berusaha menikmati proses dan jalannya ‘kejujuran’ waktu itu. Namun, jujur, saya merasa ada sekelumit kepahitan yang berserak dalam tawa kecerian dan senyum kegetiran yang tertahan. Ini adalah tentang pengakuan dan kejujuran akan masa lalu. Masa lalu. Saya mungkin secara sepihak bisa menjustifikasi diri saya sendiri tentang tindakan benar atau salah. Lubuk kejujuran saya saat ini mengatakan bahwa ini memang saya secara utuh. Saya yang alami. Saya yang sejujurnya, tanpa dibuat-buat dan tanpa bertopeng. Yah, saya dari dahulu sampai sekarang tetap seperti ini. Yang berbeda mungkin pemahaman saya terhadap suatu hal. Tidak ada tendensi yang dibuat-dibuat. Tidak ada niatan untuk mengelabui. Karena saya memang menjadi diri saya sendiri. Saya jujur menjawab dan saya jujur mengakui itu adalah  noktah dan bagian dari diri saya yang harus kalian kenali. Maka kenalilah saja dan kubur ekspektasi dalam tataran yang belum memahami.
Agak melenceng dari topik yang saya tulis. Saya jadi berpikir tentang masa lalu, kesalahan, dan pengalaman. Hidup merupakan pembelajaran. Dan pengalaman merupakan guru terbaik. Semua orang mungkin tahu dengan peribahasa itu. Lantas, dimanakah posisi kesalahan? Dari masa lalu dan pengalaman kita bisa ‘napak tilas’ di masa kini, dimana kesalahan itu berada. Jika kesalahan terletak pada saya, maka, dengan jujur dan berbesar hati saya dalam proses untuk memperbaiki diri, menjadi yang lebih baik, lebih, lebih, dan akhirnya, baik. Kesalahan orang lain pun bukan sepenuhnya milik orang lain. Karena kita menjadi bagian dalam ‘diagram Venn’ yang saling berasosiasi satu sama lain.
Pengalaman akan kesalahan masa lalu menjadi pelajaran berharga bagi masa depan yang lebih baik. Kebohongan dan kejujuran mempunyai perbedaan yang sangat tipis dalam praktiknya. Karena fungsi lidah yang tak bertulang dan hati yang tak terkendali. Namun yang paling membedakan adalah efek sesudahnya. Kejujuran menjadi kekuatan, nama baik, dan kebesaran seseorang. Ketenangan dan kelegaan yang meyertainya merupakan pembeda paling nyata. Sementara kebohongan hanya akan membuahkan kebohongan-kebohongan lain yang menyesakkan, menyengsaran, dan tidak memberkahi. Pun kata adik, “Orang yang terbiasa bohong merupakan golongan orang-orang yang sangat sulit untuk mendapat ilmu (sering lupa, juga)” Saya pun awas dengan itu.

web support  
www.klikcover.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar